Di
posting oleh Herfan Adam
Budaya Gorontalo
Gorontalo merupakan salah satu provinsi paling muda yang ada di
Sulawesi Utara. Provinsi ini cukup banyak memiliki ragam budaya dan
kepercayaan, di antaranya kebiasaan pada saat menyambut hari – hari kebesaran
agama islam, pernikahan dan juga alat music daerah.
Salah satu dari budaya gorontalo yang paling dikenal adalah malam
pasang lampu atau juga disebut dengan “Tumbilatohe”.
a). Tumbilatohe
Tumbilotohe biasanya jatuh pada malam ke-27 Ramadan. Biasanya
seminggu sebelum malam pasang lampu Masyarakat Gorontalo sibuk mempersiapkan
lampu dan minyak tanah yang menjadi bahan bakarnya. Kreatifnya Masyarakat ini
membuat penompang bentuk segitiga yang bagian bawahnya ditopang kayu berukuran
satu meter.
Konon untuk memasang lampu tersebut tidak bisa orang lain harus
para tetua yang melakukannya dan mampu membacakan do’a tertentu dalam menyambut
malam lailatul Qadar. Malam ke- 4 biasanya dilarang untuk dinyalakan
karena menurut budaya gorontalo, apabila dinyalakan pada malam ke - 4
akan membuat sesuatu yang tidak baik.
Mengenai Sejarahnya Tumbilotohe ini merupakan cerita dari turun
temurun dalam budaya Gorontalo. Masyarakatnya percaya malam ke - 27
Ramadhan merupakan malam Lailatul Qodar. Pada malam tersebut, malaikat jibril
turun ke bumi untuk memantau dan mengabulkan doa- doa pada orang yang banyak
beribadah dan berdoa.
b). Polopalo
Polopalo merupakan alat music tradisional provinsi gorontalo. Alat
music ini cukup sederhana karena hanya terbuat dari bambu dan karet sebagai
alat perekatnya. Alat ini tidak sembarang dimainkan, harus ada orang yang sudah
mahir untuk memainkan alat ini. Kebanyakan hanya para tetua saja yang mapu
memainkan alat ini.
c). Walima
Walima adalah salah satu kebiasaan masyarakat gorontalo untuk memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW. Uniknya dari kebiasaanya ini masyarakat sudah
mempersiapkan kedatangannya dengan mempersiapkan kotak yang terbuat dari kayu
dan menghiasinya dengan aneka makanan. Tujuan dari walima ini hanya untuk
menambah kesan dari Maulid Nabi. Menariknya dari kebiasaan masyarakat ini
mereka mengirinya dengan pengajian bahasa gorontalo atau yang disebut juga
“Dikili” yang mampu dilakukan sehari semalam.
Setelah tiba waktu fajar, menjelang pagi penduduk pun berbondong –
bonding ke Masjid untuk menikmati bagi – bagi makanan yang menghiasi kotak
walima tersebut. Biasanya mereka melelang makanan tersebut sehingga suasana
rampas merampas pun terjadi. Tetapi penduduknya pun menikmati adegan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar